cerita

Dua hari lagi aku harus memberikan jawaban. Dan aku masih juga diliputi keraguan. bayang-bayang Mas Rijal bukannya makin tipis, tapi malah makin lekat di benakku. Hari ini, sudah berulangkali aku meraih gagang telpon dan memencet nomor HP mas Rijal. Aku ingin bertanya tentang komitmennya. Tapi selalu saja pada angka terakhir gagang telpon itu aku letakkan kembali. Aku tak sanggup. Aku malu. Jiwa perempuanku, jiwa putri Soloku menahan hasratku itu. ‘Perempuan tak layak untuk memulai, dia semestinya menunggu’, begitu pelajaran dari nenekku. tapi aku harus bagaimana? Aku masih berharap-harap cemas. Aku bingung statusku dalam lamaran atau tidak. Istikharahku tak menghasilkan apa-apa. Bahkan resah di jiwa itu kian mendera.

Tidak ada komentar: