Surat dari orangtua

Surat dari orangtuaku kugenggam erat. Mereka memintaku pulang liburan ini. Mereka rindu sekali. Ah, gumpalan angan itu melayang lagi. Solo tercinta dan mas… Kusandarkan kepala ke tembok dekat jendela, ‘Duhai Rabb,…. apa arti semua ini?”

Solo. Gambaran mas Rijal yang masih belum menikah dan aku yang masih setia menunggu. Kesetiaan memang kadang terasa teramat menyakitkan. Kesetiaan yang aku sendiri tak tahu apakah layak kubangun dan kupelihara pada seorang yang aku tak pernah tahu apakah memang benar akan menjadi jodohku.

Tapi aku tak bisa membohongi diri, harapan itu masih lekat. Meskipun itu berarti malam-malamku menjadi teramat gelisah. Sujud malamku mengalir hambar. Tangis malamku tanpa cinta. Dalam kepalaku hanya dipenuhi lelaki shalih itu. Kini aku sering merutuki diri yang kurasa bukan lagi aku yang dulu. Dhina yang penuh percaya diri dan sangat yakin jodoh itu Allah jua yang menentukan. Bahkan Aku… aku sering takut mas Rijal menemukan muslimah lain yang lebih baik dan cocok untuknya.

Tidak ada komentar: